Dear
Clients,
Rapat
Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 8 Oktober 2013 memutuskan untuk mempertahan
BI Rate di level 7,25%, dengan suku bunga Lending Facility dan suku
bunga Deposit Facility tetap pada level 7,25% dan 5,50%.
Berikut
ringkasan perkembangan situasi ekonomi menurut BI:
Bank
Indonesia mencermati perekonomian global cenderung melambat dan diliputi oleh
ketidakpastian yang tinggi. Kinerja
perekonomian di negara-negara maju seperti Amerika Serikat (AS), Eropa dan
Jepang belum kuat meski mulai menunjukkan perbaikan. Sementara itu,
perekonomian negara berkembang dibayangi risiko penurunan pertumbuhan ekonomi
serta menurunnya kinerja transaksi berjalan dan pelemahan nilai tukar. Di pasar
keuangan, sejumlah risiko terkait dengan penundaan kebijakan pengurangan
stimulus The Fed (tapering), perdebatan debt ceiling dan
penghentian sementara layanan pemerintah AS (government shutdown).
Sejalan
dengan pelemahan ekonomi global yang masih berlanjut, kinerja perekonomian
domestik menunjukkan kecenderungan yang melambat. Perekonomian domestik diprakirakan tumbuh 5,6% di Triwulan
III-2013 dan untuk 2013 masih berada pada kisaran 5,5%-5,9%. Konsumsi rumah
tangga dan investasi diprakirakan masih tertekan sebagai dampak dari menurunnya
daya beli akibat tingginya tekanan harga pasca kenaikan harga BBM bersubsidi.
Kinerja perekonomian nasional diprakirakan akan membaik pada tahun 2014. Secara
keseluruhan, perekonomian Indonesia diprakirakan tumbuh lebih tinggi mencapai
5,8% - 6,2%.
Dari
sisi eksternal, kinerja Neraca Pembayaran Indonesia pada triwulan III-2013
diprakirakan akan membaik. Defisit transaksi berjalan akan
menyempit terutama dengan menurunnya impor seiring dengan melemahnya permintaan
domestik dan dampak pelemahan nilai tukar Rupiah. Di sisi lain, surplus
Transaksi Modal dan Finansial (TMF) akan lebih besar, seiring kembali masuknya
investor asing pada SBI dan SUN serta berkurangnya net jual asing atas saham
domestik sebagai respon kebijakan Bank Indonesia dan Pemerintah serta penundaan
tapering off di AS. Dengan perkembangan tersebut, cadangan devisa pada
akhir September 2013 diprakirakan menjadi 95,7 miliar dolar AS, meningkat dari
posisi akhir Agustus 2013 sebesar 93,0 miliar dolar AS. Cadangan devisa pada
akhir September tersebut setara dengan 5,2 bulan impor dan pembayaran utang
luar negeri Pemerintah.
Nilai
tukar rupiah pada triwulan III-2013 mengalami depresiasi sejalan dengan nilai
fundamentalnya. Secara
rata-rata, rupiah melemah 8,18% (qtq) ke level Rp 10.652 per dolar AS atau
secara point to point Rupiah terdepresiasi 14,29% (qtq) ke level Rp 11.580 per
dolar AS. Depresiasi nilai tukar Rupiah terutama dipengaruhi penyesuaian
kepemilikan nonresiden di aset keuangan domestik dipicu sentimen terkait
pengurangan (tapering off) stimulus moneter oleh the Fed. Dari sisi
fundamental, tekanan depresiasi Rupiah lebih besar dengan relatif tingginya
defisit transaksi berjalan di Indonesia.
Tekanan
inflasi mereda dan mencatat deflasi 0,35% (mtm) atau 8,40% (yoy) pada September
2013. Meredanya tekanan
inflasi bulanan juga terjadi pada kelompok inti dan administered prices,
masing-masing mencapai 0,57% (mtm) atau 4,72% (yoy) dan 0,34% (mtm) atau 15,47%
(yoy), seiring meredanya dampak kenaikan harga BBM dan koreksi harga paska
Lebaran. Terkendalinya harga-harga tersebut sejalan dengan perkiraan Bank
Indonesia bahwa inflasi akan sangat rendah dan kembali ke pola normal mulai
September dan bulan-bulan ke depan. Inflasi 2013 diprakirakan berada pada
kisaran 9,0% - 9,8%, dan kemudian menurun pada kisaran sasaran 4,5±1% pada
tahun 2014.
Stabilitas
sistem keuangan tetap terjaga dengan dukungan ketahanan industri perbankan yang
tetap solid di tengah berbagai tekanan. Rasio kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio)
tetap tinggi mencapai 17,89%, jauh di atas ketentuan minimum 8%, sedangkan
rasio kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) tetap terjaga rendah
sebesar 1,99% pada bulan Agustus 2013. Sementara itu, pertumbuhan kredit mulai
menunjukkan perlambatan, meski pada Agustus 2013 masih cukup tinggi sebesar
22,2% (yoy). Pertumbuhan kredit terutama karena penarikan kredit dari komitmen
sebelumnya, disamping pengaruh perhitungan nilai tukar, sementara komitmen kredit
baru terus menurun. Ke depan, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan kredit
akan melambat seiring dengan kenaikan suku bunga, perlambatan permintaan
domestik dan kebijakan makroprudensial yang ditempuh oleh Bank Indonesia.
HP Analytics
0 komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.